Deretan, Jakarta – Bidang Kebijakan Publik Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) menggelar sebuah diskusi publik secara daring bertajuk “Lanskap dan Arah Politik Pasca Gerakan Agustus”, Kamis (11/9/2025). Diskusi ini menghadirkan pengamat politik sekaligus intelektual publik, Bung Rocky Gerung, sebagai narasumber utama.
Ketua PP KAMMI, M. Amri Akbar, dalam pengantarnya menjelaskan bahwa kegiatan ini digelar untuk memberikan ruang dialektika bagi mahasiswa dan publik dalam memahami dinamika politik yang terjadi setelah gelombang aksi pada Agustus lalu. Menurutnya, meski demonstrasi adalah bagian sah dari ekspresi demokrasi, insiden kericuhan yang menyertainya harus menjadi refleksi bersama.
“Kita mendukung aksi demonstrasi yang dilakukan bulan Agustus kemarin, karena itu wujud aspirasi masyarakat. Tapi ketika terjadi pembakaran di berbagai titik dan ada penjarahan oleh masa aksi, hal itu tidak boleh dibenarkan,” tegas Amri.
Ia menambahkan, salah satu kelemahan yang terlihat pada aksi Agustus adalah hilangnya arah komando serta kaburnya tuntutan.
“Aksi mahasiswa seharusnya jelas, siapa yang mengomandoi, apa yang dituntut. Kemarin kita tidak melihat itu. Justru kerusuhan yang muncul tanpa arah memperburuk citra gerakan,” ujarnya.
Amri menegaskan, supremasi sipil harus tetap tegak sebagai fondasi utama dalam menjaga demokrasi di Indonesia. “Kedaulatan rakyat hanya dapat diwujudkan apabila otoritas sipil memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan non-sipil, termasuk militer“.
Ia menambahkan “pengalaman sejarah bangsa menunjukkan, ketika supremasi sipil diabaikan, maka muncul potensi penyalahgunaan kekuasaan yang berujung pada lemahnya kontrol publik terhadap jalannya pemerintahan“.
Dalam pemaparannya, Rocky Gerung menyoroti pentingnya mahasiswa menjaga idealisme dan memperkuat basis ideologi organisasi. Menurutnya, peran mahasiswa dalam sejarah politik Indonesia selalu menjadi faktor penentu, terutama saat institusi formal gagal merespons keresahan publik.
“Ketika isi otaknya berat, dia tidak akan menggunakan otot. Semua aspek kehidupan politik akhirnya harus saya percayakan dan asuransikan pada teman-teman mahasiswa. Itu sebabnya organisasi harus diperkuat secara ideologis,” kata Rocky.
Ia juga menekankan bahwa peristiwa aksi Agustus tidak bisa dipandang sebagai siklus biasa, melainkan sebuah momentum sosial-politik yang lahir dari keresahan masyarakat. Rocky menyebut bahwa teori politik menjelaskan, bila kelas menengah mengalami penurunan status, maka keresahan sosial akan meningkat secara signifikan.
“Kejadian aksi di bulan Agustus itu bukan karena siklus, melainkan momentum. Bila kelas menengah turun kelas, artinya keresahan akan naik. Teorinya begitu. Dan bila ada pemicu, yang tadinya hanya 20 orang bisa merasuki 100 orang,” jelasnya.
Rocky juga mengingatkan bahwa kekuatan mahasiswa bukan hanya pada jumlah, melainkan pada konsistensi ide dan kemampuan menjaga arah perjuangan. Menurutnya, tanpa ideologi yang kuat, gerakan mahasiswa mudah disusupi atau diarahkan keluar dari tujuan awalnya.

PP KAMMI
Diskusi yang berlangsung lebih dari dua jam ini diikuti oleh ratusan kader KAMMI dari berbagai daerah, akademisi, serta aktivis mahasiswa lintas kampus. Para peserta aktif mengajukan pertanyaan, mulai dari isu kebebasan sipil, peran mahasiswa dalam demokrasi, hingga strategi menjaga gerakan tetap damai namun efektif.
Kabid Kebijakan Publik PP KAMMI, M. Liputra menyampaikan, kegiatan diskusi seperti ini akan terus dilaksanakan secara berkesinambungan. Hal ini mengingat pentingnya agenda intelektual sebagai ruang pertukaran gagasan, penguatan kapasitas, serta wadah untuk merespons berbagai isu strategis kebangsaan. PP KAMMI berkomitmen untuk menjaga keberlangsungan forum-forum semacam ini, agar tetap menjadi tradisi intelektual yang hidup dan dinamis.
“Diskusi rutin seperti ini akan senantiasa hadir di PP KAMMI, sebagai upaya menambah wawasan, memperkaya sudut pandang, serta mempererat hubungan dengan berbagai stakeholder yang memiliki perhatian terhadap kemajuan bangsa,” tutup Liputra.
Komentar